
HIPMI STHB BERKOLABORASI DENGAN IKA HIPMI STHB SERTA IKA STHB MENGADAKAN BEDAH BUKU DENGAN TEMA “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM LEGISLASI DI INDONESIA”.
Bandung, 6 Juni 2024, Unit Kegiatan Mahasiswa HIPMI – STHB (Himpunan Mahasiswa Islam) berkolaborasi dengan IKA HIPMI-STHB serta IKA-STHB. mengadakan kegiatan Bedah Buku “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Legislasi Indonesia” yang ditulis oleh Guru Besar Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum Bandung Prof. Dr. H. Dwidja Priyatno, S.H., M.H., Sp.N. Dalam Bedah Buku ini terdapat 1 (satu) Moderator dan 4 (empat) Pembicara yaitu Dr. Mas Putra Zeno J. S.H., M.H. selaku Moderator serta Prof. Dr. H. Dwidja Priyatno, S.H., M.H., Sp.N., Prof. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum., Dr. Fachrizal Afandi, S.Psi., S.H., M.H., Prof. (H.C) Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum. selaku Pembicara.
Ketua STHB, Dr. Asep Suryadi, S.H., M.H., menyambut baik kegiatan ini, dengan mengatakan, “Bedah buku ini dapat menggiatkan budaya literasi dan tradisi berfikir kritis dalam membaca dan menghasilkan karya tulis yang terbaik bagi Mahasiswa.” Secara sederhana bedah buku ini didefinsikan sebagai sebuah kegiatan mengungkapkan kembali isi suatu buku yang ditulis oleh penulis secara ringkas, dan dengan memberikan saran terkait dengan kekurangan dan kelebihan buku tersebut. Dengan demikian buku yang ditulis dijelaskan oleh penulis dan dikomentari oleh pembaca maupun pembedah.
Prof. Dr. H. Dwidja Priyatno, S.H., M.H., Sp.N., menjelaskan dengan lengkap isi dari bukunya tersebut, salah satunya mengatakan, “Dalam Pertanggungjawaban Pidana Korporasi terdapat Strict Liability dan Vicarious liability. Strict Liability adalah pembebanan tanggung-jawab pidana kepada pelakunya sekalipun pelakunya tidak memiliki mens rea yang dipersyaratkan. Substansi dari doktrin ini adalah pelaku sudah dapat dijatuhi pidana apabila pelaku telah dapat dibuktikan melakukan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan pidana (actus reus) tanpa melihat sikap bathinnya. Sedangkan, Vicarious liability dalam sistem hukum Indonesia lebih dikenal sebagai pertanggungjawaban pengganti atau dikenal juga dengan pertanggungjawaban korporasi. Dalam perjalanan Konsep KUHP, vicarious liability merupakan pengecualian dari asas tiada pidana tanda kesalahan.
Lalu berikutnya para pembicara mengomentari isi dari buku tersebut, salah satunya Prof. (H.C) Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum. mengatakan bahwa, “KUHP Belanda belum mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi, buku ini mencoba menjelaskan dan mencermati dalam fenomena korporasi itu, maka kejahatan korporasi jauh lebih besar dari pada perseorangan.” Sementara itu, Prof Angkasa membahas soal korban yang ia kupas dengan perspektif viktimologi. Penderita dampak dari suatu kejahatan menyandang status sebagai korban karena mengalami kerugian. “Perspektif viktimologi terbagi atas tiga yaitu menganalisis berbagai aspek masalah korban, menjelaskan penyebab viktimisasi, dan mengembangkan sistem tindakan untuk mengurangi penderitaan manusia,” ujar Angkasa., (HUM-STHB)